Kemarin, untuk yang pertama kalinya, kami sekeluarga pergi bersama, ke Tasikmalaya. Kebetulan saudara sepupu menikah. Aku, anakku, kedua adikku, papahku, bersama dalam satu mobil. Ibu sambungku tak ikut saat pergi. Awalnya begitu kaku, rasanya sudah hampir setengah usiaku, kami tidak pernah pergi bersama papah. Hatiku teriris, mengingat almarhumah mamaku. Tapi aku yakin, mamaku tersenyum melihat kami bisa berkumpul bersama. Untungnya anakku cair, dia mau bercanda dengan kakeknya. Jadi mobil kami diwarnai gelak tawa. Alhamdulillah, terima kasih ya nak. Besoknya saat pulang, ibu sambungku datang menyusul dan ikut pulang bersama kami. Suasana mobil masih cair, anakku lagi yang mencairkan suasana. Kami sempat makan di sebuah restoran. Satu hal yang tidak pernah keluarga kami lakukan. Saya bersyukur, semua memang lebih menyenangkan ketika kita ikhlas menerima segala ketentuan. Mungkin memang seharusnya papaku berpisah dengan mamaku. Karena mamaku sudah digariskan meninggal l
Tuan, badaimu sudah berlalu. Mentari sudah kembali memelukmu dengan hangat, Mengurai luka atas kehidupan yang selirat. Jadi, bolehkah aku berjalan ke arahmu? Menggenggam tanganmu, menemanimu, melangkah jauh dari temaram hingga pendar menyinar. Aku menerima masa lalumu, sebagai bekal menemani masa depanmu. Lalu di jalan yang sama, kita berjalan perlahan, sampai luka tak lagi menyiksa, sampai menua dengan bahagia.
Comments
Post a Comment