Posts

We're better together, can we?

Kemarin aku bertemu beberapa orang. Salah satunya orang yang hatinya lapang sekali. Sengaja menghindari dulu suasana kantor, karena khawatir kami berdua masih diliputi emosi. Terutama diriku yang masih belum sanggup menahan sedih. Aku tidak bercerita tentang apa yang aku alami. Tapi aku seperti dibukakan pikiran tanpa sengaja. Tentang ikhlas menerima, tentang rela melepaskan. Lepas bukan berarti hilang, tapi lebih kepada menerima bahwa di dunia ini semua hanya milik Allah sang Maha Pencipta. Semua yang dihadirkan dalam kehidupan kita hanya titipan. Kita tidak bisa keras kepala menganggap semua yang hadir, semua yang kita punya adalah hak penuh untuk kita. Tidak. Aku menyadari, betapa deretan trauma kehilangan dan perpisahan orang tersayang, sangat berdampak. Takut kehilangan, takut berpisah menjadikan diri ini penuh ego, alih-alih menyayangi, tapi justru melukai. Aku yang tidak peka, bahwa dia juga terluka. Aku yang tidak sabar, bahwa dia juga berusaha tegar. Aku seharusnya leb

Luruh.

Image
"Saya memang sayang sama kamu. Tapi saya tidak akan pernah menikah dengan siapapun" Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala. Membayangkan rupa yang berbicara, lara. Napas sempat terhenti. Pikiran menerawang jauh, ke titik gelap. Luruh, seluruh harapku.....

Kisah Sekotak Tisu.

Seperti biasa aku melihat gerak-geriknya yang kadang sulit ditebak. Tangannya memegang selembar keresek putih, bekas bungkus dus makanan yang dibawanya untuk camilan pagi tadi. Kotak kebahagiaan, yang isinya onde-onde kesukaanku. Tentu saja, aku hanya makan kulitnya. Lalu dia berjalan mengambil tisu setebal kurang lebih 10cm. Aku seperti biasa, si kepo yang selalu penasaran dengan tingkah lakunya. “Mau ngapain sih?” seperti biasa juga dia selalu menjawab pertanyaanku dengan cuek dan bikin pensaran. “Liat aja ntar?” begitu katanya. Rupanya, dia memasukkan tumpukan tisu itu ke dalam kantong keresek tadi. Direkatkan dengan plester bening. Lalu dia mencari gunting, dan menggunting bagian tengah kantong keresek itu. Taraa! Jadilah tempat tisu buatannya. Dia simpan di meja tempat kami berdua bekerja. “Enggak perlu bolak-balik kan kalau gini,” ujarnya. Sesederhana itu, tapi selalu membuat aku kagum. I laff u.  

Lepas dari Ailurophobia.

Aku ingin dia lepas dari trauma. Maka jika ingin adil, seharusnya aku juga hilang dari trauma. Salah satu trauma yang menganggu adalah ketakutanku akan kucing. Yang jadinya membuat susah diriku sendiri. Seperti halnya ada kucing di atas jemuran. Sangat menghambat aku yang takut sekali kucing tapi harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hari ini aku iseng, berkonsultasi online dengan psikolog lewat aplikasi Halo Doc. Dokternya sangat baik, dia memberitahuku tahapan-tahapan, mulai dari melihat gambar dan video tentang kucing, hingga memintaku memegang kucing yang dipegang orang yang sangat kita percaya. Aku mulai coba lebih sering melihat gambar kucing video kucing. Perlahan, akan kucoba minta sama dia untuk menemaniku memegang kucing pelan-pelan. Aku tau, dia juga sangat sayang kucing. Selain menghilangkan trauma untuk diri sendiri, aku juga ingin dia tau, aku sedang berusaha tidak takut kucing lagi.

Self Love Mantra.

you are enough.   you are good enough.   you are smart enough.   you are strong enough.   you are beautiful enough.   you are kind enough.   you are brave enough.   you are enough and you will always be.

He loves you so much, that’s why i love him.

Cantiik..aku diberitahu ayahmu, sejak usiamu 7 tahun. Kala itu, ayahmu sering mengirimkan foto-fotomu yang menggemaskan, bersama kucingmu. Sepertinya isi ponsel ayahmu, kamu melulu. Ragam posemu aku punya, ayahmu yang mengirimkannya untukku. Aku sudah jatuh cinta sebelum aku bertemu denganmu, cantik. Dia sering bercerita tentangmu. Dia rela melakukan apa saja untuk kamu. Meski dalam keadaan dirundung, dia tak urung menemanimu. Dia mencintaimu lebih dari apapun. Lebih dari dia mencintai dirinya sendiri. Seringkali dia tak mengindahkan rasa sakit di tubuhnya, rasa lelahnya, karena tidak ingin melewatkan banyak waktu tanpa kamu.  Kamu beruntung, nak. Kamu tau, aku juga ingin punya anak perempuan. Karenanya, aku senang bermain denganmu, aku senang mendengar celotehanmu, aku senang memelukmu. Tak apa ya, aku mencintai ayahmu. Jangan pernah khawatir, tidak ada satu perempuanpun yang bisa mengurangi rasa cintanya untuk kamu. Dan aku tidak ingin bersaing denganmu. Aku ingi

I love you, nak.

Ada satu masa dalam hidup, ketika duniaku merasa akan runtuh. Tapi kamu hidup di tubuhku hadir penuh dalam setiap detak jantungku. Aku jatuh cinta seketika. Sembilan bulan yang penuh perjuangan, kamu hadir menguatkanku. Tidak pernah terpisahkan sedetikpun, setiap hela napas, kamu meretas segala gelisah dan rasa takut.   Kini tumbuh besar ragamu. Aku semakin jatuh cinta. Kamu tumbuh menjadi anak baik dan pintar. Aku sering dibuat kagum dan bangga dengan apa yang kamu lakukan. Meski kadang aku sebal, kamu sering mendebat dan susah dberi tahu. Tapi kamu tetap sayang aku kan?   Maaf ya, aku terkadang tak punya banyak waktu bersamamu. Sejak kecil, kamu sering aku tinggal bekerja. Bukan aku tega, tapi aku ingin bisa menghidupimu dengan layak, sekolah di tempat yang bagus, makan makanan bergizi meski kamu susah sekali dibujuk makan.  Terus kan kamu sukanya makan steak daging. Kalau aku enggak kerja, gimana dong. Suatu saat kamu akan mengerti, kenapa aku sering meeting, sering